Happiness (Chapter 8)

Happiness.

Genre  : Romance.

Rating : NC-21

Cast     : Kim Myung Soo–Jung Eun Ji–other cast as showing.

Sorry for late update! Keep in love with MyungJi and i’m waiting for your comment guys! Laf<3



Part 8

Eun Ji duduk berhadapan dengan Myung Soo yang sedang sibuk menghabiskan makanannya, keduanya duduk dalam diam dan saling mencuri pandang. Ketika Myung Soo menyuap makanannya, saat itulah Eun Ji menatap laki-laki itu dan mengagumi wajah tampan Myung Soo. Namun, ketika Eun Ji mengalihkan pandangannya Myung Soo hanya dapat merasakan sakit yang mendalam pada hatinya.

Sakit hati Myung Soo bukan karena sikap Eun Ji yang malu-malu padanya, tapi karna Eun Ji masih belum mau mengatakan masalah yang sebenarnya pada Myung Soo. Dan Myung Soo sendiri, masih enggan untuk mengatakan kalau ia tahu semua yang terjadi pada Eun Ji.

Myung Soo memasukan suapan terakhirnya, kemudian membanting sendok dan menatap Eun Ji yang masih mengalihkan pandangannya. Eun Ji masih terdiam di tempatnya, Myung Soo menebak kalau Eun Ji sedang memikirkan sesuatu. Namun tebakannya membuyar ketika Eun Ji tersenyum cerah padanya dan menyahut.

“Sudah selesai?” katanya dengan senyum sumrigah.

Myung Soo menyipitkan matanya. Ia bisa merasakan perubahan sikap Eun Ji yang sangat tiba-tiba. Meskipun Myung Soo tetap tidak bicara, namun wajah laki-laki itu jelas menunjukan kekhawatirannya pada Eun Ji.

“Hei, aku sedang bicara padamu. Apa kau sudah selesai? Kalau sudah akan kubereskan semuanya, dan kau bisa tidur sekarang. “

“Kalau aku tidur, apa yang akan kau lakukan?”

Myung Soo menatap Eun Ji serius. Raut wajah gadis itu jelas menunjukan ketidaknyamanan atas pertanyaan Myung Soo sebelumnya.

“Apa yang kau pikirkan?” sahut Eun Ji, “Tentu saja aku akan kembali ke tempatku dan beristirahat juga di sana. Kau pikir aku ini apa, jangan berpikir yang macam-macam.”

“Bagaimana kalau bermalam di sini?”

***

Eun Ji mengalihkan pandangannya, ia sadar kalau perbuataannya melirik Myung Soo secara diam-diam sudah diketahui laki-laki itu. Dan kini, ia harus menerima konsekuensi atas apa yang ia lakukan sebelumnya. Setidaknya, ia tahu kalau Myung Soo pasti akan bertanya banyak hal padanya.

Eun Ji mengedipkan matanya berulang-ulang ketika mendengar sebuah suara dari arah Myung Soo. Dan sekali lagi, ia sadar kalau Myung Soo menunggunya untuk bicara. Meskipun terpaksa dan sangat enggan, Eun Ji tetap memamerkan senyum cerianya.

“Sudah selesai?” tanyanya dengan nada yang bertolak belakang dengan perasaannya saat ini.

Eun Ji memperhatikan Myung Soo yang tengah menatapnya intens. Laki-laki itu menatapnya seribu kali lebih dalam dan tajam dari sebelumnya, seperti seorang polisi yang baru saja menangkap tahanan yang selama ini diincarnya.

Dengan nyali yang sedikit menciut, Eun Ji berkata, “Hei, aku sedang bicara padamu. Apa kau sudah selesai? Kalau sudah akan kubereskan semuanya, dan kau bisa tidur sekarang. “

“Kalau aku tidur, apa yang akan kau lakukan?”

“Apa yang kau pikirkan? Tentu saja aku akan kembali ke tempatku dan beristirahat juga di sana. Kau pikir aku ini apa, jangan berpikir yang macam-macam.”

“Bagaimana kalau bermalam di sini?”

Eun Ji menyipitkan matanya, perkataan Myung Soo membuatnya terlihat seperti wanita murahan yang siap tinggal dimanapun dan dengan siapapun. Tapi bukan itu masalahnya, Eun Ji bahkan tidak peduli dengan sebutan ‘wanita murahan’ ‘jalang’ atau semacamnya.

Masalahnya adalah janjinya pada Ibunya.

“Tidak.” Jawab Eun Ji tegas seraya meraih piring kotor yang digunakan Myung Soo sebelumnya. “Setelah membersihkan semuanya aku akan pulang. Tidurlah, kau pasti lelah.”

Eun Ji beralih membersihkan piring kotor Myung Soo sebelum laki-laki itu kembali memaksanya untuk tinggal, meskipun hanya semalam. Eun Ji mengerjakan tugasnya dalam diam, selain tidak ingin memancing keributan dengan Myung Soo, ia juga bermaksud untuk menghindari Myung Soo. Terlebih setelah janji yang ia buat dengan Ibunya.

“Kenapa lama sekali?”

Eun Ji memutar kepalanya, ia mendapati Myung Soo yang berjalan mendekatinya. Sedikit kenyamanan menyeliputi tubuhnya ketika Myung Soo berdiri tepat di sebelahnya, seperti sedang memberikan semangat tapi juga menahannya untuk tinggal.

“Aku sudah selesai.” Sahut Eun Ji setelah membersihkan tangannya dan mematikan air.

Eun Ji memutar tubuhnya, mata indahnya kembali bertatapan dengan Myung Soo. Untuk sesaat Eun Ji terpana, tidak biasanya Myung Soo memandangnya dengan tatapan memohon–yang entah untuk apa–dan memainkan bibirnya. Terlihat kekanak-kanakan, pikir Eun Ji.

“Apa yang salah dengan wajahmu?” tanya Eun Ji, “Sepertinya aku tidak memberikan obat atau racun apapun dalam makananmu. Tapi kenapa sekarang wajahmu terlihat lebih jelek dari biasanya?”

Myung Soo menatap Eun Ji lebih serius, keduanya berdiri dalam jarak yang cukup dekat. Eun Ji di tempatnya, seperti tersadar dengan perkataannya. Pikirannya kembali mengarah pada malam dimana keduanya beradu gairah, dan Eun Ji masih mengingat apa yang terjadi padanya ketika ia mencoba mempermainkan Myung Soo.

Detik berikutnya, Eun Ji merasakan wajah Myung Soo yang mendekat. Ia ingin menolak, tapi sekujur tubuhnya hanya bisa diam dan mengikuti naluri wanitanya. Kemudian, entah mendapat keberanian dari mana, bibir Eun Ji mendarat lebih dulu di bibir Myung Soo.

Tidak lama, hanya berlangsung selama dua detik dan selesai. Myung Soo menarik kembali kepalanya, merasa cukup puas dengan kecupan malam yang diberikan Eun Ji padanya.

“Sudah lebih agresif ternyata.”

Eun Ji menyipitkan matanya ketika mendengar Myung Soo yang bergumam perlahan. “Apanya yang agresif?”

“Tentu saja kau.” Jawab Myung Soo. “Kenapa tiba-tiba mencium, kenapa tiba-tiba berpikiran yang tidak-tidak. Ah, sepertinya Jung Eun Ji tidak bisa berpikir hal-hal positif.”

Eun Ji menyilangkan kedua tangannya di dada, “Kenapa aku? Kau pikir aku tidak tahu apa yang akan kau lakukan? Mau membodohiku ya?”

Myung Soo maju selangkah, menantang Eun Ji balik dengan tatapan dingin dan senyum meremehkannya. “Memangnya kau pikir apa yang akan kulakukan?”

“Tentu saja kau berniat menciumku!” teriak Eun Ji, semakin kesal setelah sikap berani Myung Soo padanya.

“Itu hanya pikiranmu.” Balas Myung Soo lembut, “Bukan itu yang ingin kulakukan. Kau salah.”

“Lalu apa?”

“Benar kau ingin tahu?”

“Cepat katakan saja.”

“Tidak akan menyesal?”

Eun Ji berdecak, “Apa yang salah denganmu? Kau tidak sedang mabuk, dan aku bahkan tidak memberimu obat-obatan atau racun sedikipun. Tapi kenapa untuk bicara yang sebenarnya saja–”

Eun Ji menghentikan ucapannya seiringan dengan menempelnya bibir Myung Soo pada bibirnya. Dengan mata yang masih terbuka dan tangan yang mengepal di kedua sisi tubuhnya, Eun Ji membiarkan Myung Soo menciumnya.

Masih sedikit terkejut, Eun Ji berusaha untuk mengendalikan kesadarannya. Dengan segera, ia menyudahi ciuman Myung Soo dan menatap kesal laki-laki itu. Hanya sebentar, karna detik selanjutnya, ia teringat Ibunya dan rumahnya.

“Sudah waktunya pergi.” Kata Eun Ji perlahan, mengalihkan  pandangannya dan beranjak menjauh dari Myung Soo.

Tidak ada yang bisa dikatakan Eun Ji untuk saat ini. Ia masih belum terbiasa berbohong, tapi juga ia tidak terbiasa menyakiti perasaan oranglain, terlebih orang itu adalah orang yang menyayanginya. Setidaknya, tidak bicara lebih baik daripada bicara yang bukan kenyataannya.

Eun Ji meraih tas genggamnya dan berjalan ke arah pintu depan. Ia berusaha menahan dirinya untuk tidak memutar tubuh dan menatap wajah tampan Myung Soo yang mulai terlihat lelah karenanya. Pandangannya tertuju pada pintu yang akan membawanya pergi dari kebahagiaannya.

“Ini yang terakhir. Sungguh.” Gumam Eun Ji perlahan, “Setelah ini semua hanya kenangan.”

***

Terdengar suara pintu yang ditutup dari luar kamar Myung Soo. Laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit kamarnya dalam diam. Terlalu banyak pikiran, dan ia hampir melupakan cara untuk bernapas dengan lega.

Sejujurnya ia tidak benar-benar lupa, hanya keadaan saja yang memaksanya untuk menyusun kalimat-kalimat berlebihan itu. Setidaknya, Myung Soo masih bisa bernapas lega ketika ia bersama Eun Ji. Ketika ia memeluk gadis itu dan menatap matanya. Bertengkar, saling curi pandang, mengomeli, bahkan sampai saling bertukar salliva, selama ia masih bisa merasakan napas seorang Jung Eun Ji di sekitarnya, selama itu juga ia bisa bernapas dengan lega.

Hanya saja malam ini semuanya terasa berbeda.

Berbeda bukan karena Eun Ji yang tidak menemaninya berada di atas ranjang yang sama. Tapi, berbeda karena Myung Soo takut sesuatu yang tidak diinginkannya menjadi sebuah kenyataan yang akan menyakiti keduanya. Terutama hati keduanya yang–sama sekali–belum siap untuk saling kehilangan.

Myung Soo di tempatnya, memiliki beberapa alasan mengapa ia tidak menahan Eun Ji untuk tetap tinggal. Pertama, karena ia tidak mau menjadi salah satu laki-laki yang berhasil mengecewakan Eun Ji. Dan selain itu, keduanya memang tidak diperkenankan untuk bersama, paling tidak sampai salah satu dari mereka mendapatkan dukungan untuk mempertahankan hubungan keduanya.

Lagipula, selama ini ia tidak pernah memikirkan cara atau trik-trik hubungan dengan seorang wanita. Yang ia tahu, Ibunya yang akan mengurus pertunangan dan pernikahannya dengan Cha Young. Setidaknya, untuk kali ini Myung Soo merasa menyesal. Bagaimanapun ia seorang laki-laki, dan ia harus bertahan dengan apa yang menjadi pilihannya saat ini.

Tapi mungkin juga ia harus menyerah. Karena di sisi lain, Eun Ji menunjukkan sikap yang bertolakberlakang dengan apa yang diharapkannya. Kalau Myung Soo menginginkan hubungan mereka, maka Myung Soo bisa berkata Eun Ji tidak menginginkannya.

Ponselnya berbunyi, Myung Soo kembali tersadar dari pikirannya dan beralih mengecek ponselnya. Sedikit berharap kalau Eun Ji yang menghubunginya. Tangannya tergerak untuk meraih ponsel di saku celananya.

Muncul sedikit harapan ketika Myung Soo menatap layar ponselnya yang menunjukkan deretan angka yang tidak ia kenal. Hanya sedikit. Yang menjadi angan-angannya saat ini adalah Eun Ji yang menelponnya dari telpon umum dan mengatakan sesuatu yang dapat membuatnya merasa senang.

Yoboseyo,

“Apa aku berbicara dengan Kim Myung Soo?”

Myung Soo terhenyak. Bukan Eun Ji, tapi seorang laki-laki. “Ya, benar.”

“Aku sekretaris Bang.” katanya sopan, “Besok, datanglah ke kantor Ibumu. Ada yang ingin beliau katakan. Dan yah, kalau bisa bawa juga gadis yang bernama Jung Eun Ji itu.”

Myung Soo terbelalak di tempatnya. Laki-laki yang menyebut dirinya sebagai ‘Sekretaris Bang’ baru saja mengatakan dua wanita yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya, Nyonya Kim dan Eun Ji. Sebenarnya ada apa?

“Itu saja yang ingin ku sampaikan. Maaf mengganggu malam anda, dan sampai jumpa besok.”

Myung Soo tidak menjawab dan juga tidak memutuskan sambungan telpon. Sambungan telpon terputus dengan sendirinya dan ia masih memikirkan kemungkinan yang akan terjadi esok. Mungkin saja Ibunya itu ingin keduanya berpisah? Atau mungkin juga Ibunya ingin membuat Eun Ji merasa tersindir?

Membayangkan semua yang tidak diinginkannya membuat dirinya semakin merasa takut. Kalau orang-orang berkata ‘laki-laki tidak boleh takut pada hal sekecil apapun’ menurut Myung Soo orang itu bodoh. Bagaimana mungkin laki-laki tidak pernah takut kehilangan wanita yang mereka sayang?

***

Ponselnya kembali berdering, tapi reaksinya masih sama. Untuk yang kelima kalinya Myung Soo menarik napasnya dan menatap pemandangan kota Seoul dari balkon apartemennya dengan suasana hati yang tidak teratur.

Tepat sejam yanglalu, ketika ia terbangun dari tidurnya, ia berhasil menemukan ponselnya yang penuh dengan pesan-pesan sindiran dari Cha Young. Gadis itu bukan memaksa Myung Soo untuk menikah ataupun bertunangan, tapi Cha Young mencoba menunjukkan sisi buruk Eun Ji dengan tujuan untuk memisahkan keduanya.

Sebenarnya Myung Soo dapat dengan mudah bicara pada Cha Young kalau ia sudah mengetahui semua itu dan ia tidak peduli dengan semuanya. Namun, kalimat terakhir dari pesan Cha Young-lah yang membuatnya harus bersusah-payah menghabiskan waktu dengan perasaan kacau.

Jelas tertulis di sana, ‘Mereka bilang, Eun Ji saat ini sedang mengandung anak seseorang. Kau tahu itu? Itu berarti Eun Ji hamil diluar dinikah Myung Soo-ah.’

Berlebihan rasanya kalau Myung Soo mengatakan betapa sesaknya ia saat ini. Dan berlebihan pula rasanya kalau ia mengakui anak yang dikandung Eun Ji adalah anaknya. Bagaimana ia bisa merasa seyakin ini? Bagaimana bisa Myung Soo merasa dirinyalah yang menghamili Eun Ji?

Setidaknya masih ada setengah jam sebelum ia pergi ke kantor Ibunya. Untuk sementara ini, biarkan waktu yang menjawab dan ia masih harus berusaha menghubungi Eun Ji. Ibunya menginginkan kehadiran keduanya, tapi bagaimana kalau Eun Ji melarikan diri dari Myung Soo?

Kalau ia boleh berkata jujur, ia memang menginginkan Eun Ji yang sedang berusaha menjauh dari hidupnya. Karna kalau tidak, mungkin Myung Soo hanya akan menambah luka dalam hati Eun Ji. Hal lain yang para lelaki takuti.

***

 

“Selamat pagi!”

“Pagi! Semoga harimu menyenangkan.”

“Ah, kau yang di sana. Bagaimana malam mu? Menyenangkan?”

Eun Ji mengerjap beberapa kali. Rasanya aneh diperlakukan dengan baik oleh rekan-rekan kerjanya. Walaupun ia sudah bekerja lebih dari satu tahun, tapi rasanya masih ada yang mengganjal dalam hatinya. Dan kalau ia tidak salah tebak, ia pasti sedang dibicarakan.

“Cukup melelahkan. Tapi, tidak apa, aku masih bisa mengerjakan tugasku hari ini. Kalau begitu aku permisi ke ruanganku. Dan yah, semoga hari kalian menyenangkan.” Kata Eun Ji santai.

Setelah melewati beberapa rekan kerja yang terus-menerus memamerkan senyum sumrigah, akhirnya Eun Ji berhasil memasuki ruang kerjanya. Cukup aneh, karena biasanya ia merasa kesepian dan kini semuanya terasa seperti sebuah drama favorite yang penuh dengan makna. Atau sebaliknya?

Terdengar sebuah suara dari tasnya. Eun Ji mengaduk semua isi tasnya untuk menemukan ponselnya. Begitu melihat layar yang menampilkan nama Ibunya, bibirnya tertarik untuk membentuk senyum simpul. Dengan segera, ia meletakkan ponsel tepat di telinga kanannya.

Yob –”

“Kau dimana? Temui Ibu jam enam sore. Jangan terlambat, Ibu menunggumu di tempat ZIA.”

Eun Ji membuka mulutnya, tapi tidak sempat bersuara karna sambungan yang terputus. Ia kembali terhenyak dan berpikir, ada apa dengan semua orang yang tiba-tiba menunjukkan sifat misterius mereka?

***

 

Keadaan sunyi ketika sambungan telpon berhasil di putuskan. Baik Nyonya Kim, Myung Soo, Nyonya Jung, dan Cha Young tidak ada yang berani memulai kembali pembicaraan. Nyonya Kim di tempatnya terlihat santai, sementara Cha Young dan Nyonya Jung duduk dengan gelisah dan terus-menerus memutar pandangannya.

Myung Soo tidak terlihat gugup ataupun takut, yang laki-laki itu rasakan saat ini adalah khawatir. Sebelumnya ia tidak pernah merasa sekhawatir ini, yang ia tahu ia hanya khawatir dengan kecerobohan dan kebodohan Eun Ji. Namun kali ini, ia khawatir Eun Ji tidak mengehatui apapun.

“Bagaimana akhir keputusannya?” kata Nyonya Kim memulai.

Nyonya Jung berdecak, “Aku masih belum memberikan keputusan. Lagipula, darimana kalian tahu kalau Eun Ji sedang mengandung?”

“Apa aku perlu membuktikannya? Kenapa tidak kau bawa saja gadis itu ke sini dan kita buktikan semuanya. Kenapa justru menyembunyikannya di balik semua permasalahannya?”

“Sudah ku katakan aku tidak menyembunyikannya. Semua yang ia lakukan sekarang adalah keputusannya. Dan kenapa kau bisa yakin kalau anakmu-lah yang menghamili anakku?”

“Aku juga tidak yakin.” Celoteh Cha Young menengahi pertengkaran kedua orangtua tersebut.

Nyonya Jung kembali memusatkan perhatiannya pada Nyonya Kim, “Bagaimana kalau laki-laki itu Kyung Won?”

“Tidak,” jawab Myung Soo spontan. “Kyung Won hanya memanfaatkannya, ia hanya ingin merasakan kepuasan. Keduanya tidak pernah melakukan sesuatu yang sebenarnya.”

“Aku tidak tahu, Kyung Won memang sering meracuni Eun Ji. Tapi aku tidak tahu racun yang diberikan Kyung Won pada Eun Ji. Tapi, tunggu,” Nyonya Jung menghentikan pembicaraannya. “Beritahu aku darimana kalian tahu Eun Ji sedang mengandung? Aku bahkan tidak pernah memperhatikan hal-hal aneh yang terjadi padanya.”

“Apa kau tidak pernah mengandung sebelumnya?” kata Nyonya Kim dengan nada mengejek yang dibuatnya. “Seseorang tidak harus merasakan hal-hal aneh untuk mengetahui dirinya mengandung atau tidak. Mungkin dalam satu atau dua minggu ini Eun Ji masih belum merasakannya. Tapi nanti, ketiga minggu berikutnya, yang ia rasakan hanyalah sebuah ketakutan.”

Ketiganya menatap Nyonya Kim tajam, sementara yang ditatap tetap tegar dan tampil santai di tempatnya.

“Apa maksudmu?” tanya Nyonya Jung menantang.

Nyonya Kim tersenyum dalam penjelasannya, “Ketika Eun Ji menyadari dirinya yang hamil di luar pernikahan, yang ia rasakan hanyalah ketakutan. Takut kalau ia tidak bisa menjaga reputasinya, tidak bisa merawat anaknya nanti, dan takut kalau ia tidak bisa berbuat apa-apa sehingga ia harus merasa depresi.”

Nyonya Jung terdiam di tempatnya. Tidak berkomentar ataupun meluncurkan pertanyaan lainnya. Kali ini ia merasa kalah, ia merasa kalah karena harus melepaskan Eun Ji untuk seorang Kim Myung Soo. Tapi setidaknya, saat ini Eun Ji masih belum mengetahuinya dan ia masih memiliki Eun Ji seutuhnya.

“Kalau begitu, beri aku waktu untuk memikirkan semuanya. Setidaknya sampai Eun Ji bisa merasakan tanda-tanda kehamilannya dan kita semua tahu kalau Eun Ji benar-benar siap untuk menikah.”

“Berapa lama waktu yang kau butuhkan?” tanya Nyonya Kim, “Aku mengizinkan anakku untuk menikahi putrimu bukan berarti aku menyetujui hubungan mereka. Kulakukan itu karena aku tahu tidak ada yang bisa memutuskan hubungan darah anak yang akan lahir nantinya. Karna bagaimanapun, hubungan darah tidak pernah salah.”

Nyonya Jung terdiam sejenak, “Dua minggu. Dan selama itu, kuharap anakmu tidak berusaha untuk menemui anakku.”

Nyonya Kim mengangguk, “Baiklah. Kau boleh pergi kalau kau mau.”

Butuh 30detik untuk menunggu kepergian Nyonya Jung. Setelah Nyonya Jung keluar, keadaan kembali sunyi dan Myung Soo merasa dirinya semakin kacau. Cha Young di tempatnya, terlihat sedih meski ia tidak mengeluarkan air matanya. Meskipun pada akhirnya gadis itu memilih untuk keluar meninggalkan ruangan tanpa bicara.

Myung Soo meraih ponselnya, dicobanya menelpon Eun Ji dan terus mengirimkan pesan pada gadis itu. Meskipun ia tahu kalau Eun Ji sudah mengganti nomor ponselnya dan merahasiakannya. Untuk satu hari saja, untuk yang pertama dan terakhir kalinya, ia ingin memeluk Eun Ji sepenuhnya.

***

Eun Ji menekan salah satu tuts pianonya, kemudian mengulang kembali nada yang tertulis dalam catatannya. Setelah semuanya terasa pas, ia menambah catatannya dan melakukan hal yang sama secara berturut-turut.

Dalam waktu tiga jam, Eun Ji berhasil menciptakan sebuah lagu tanpa aransemen. Lagu baru yang ia ciptakan untuk memenuhi kontraknya dengan–enam gadis cantik–Idol Korea itu ia beri judul ‘Because Its You’. Dan dengan tekat yang kuat, ia berniat untuk menyelesaikan lagu itu dalam waktu satu hari.

Namun, semuanya terjadi begitu berbeda ketika Eun Ji menyadari permintaan Ibunya untuk bertemu. Saat itu Eun Ji merasa sedikit takut, ia takut kalau Ibunya itu berhasil mengetahui kebohongannya. Kebohongan yang dibuatnya secara tidak sengaja.

Untuk yang terakhir kalinya dalam hari itu, Eun Ji mengulang seluruh catatannya dengan iringan vocal dari suaranya. Lagunya terdengar indah dan ia bisa merasa cukup puas dengan kerja kerasnya. Setelah usai mengulang lagunya, ia menyimpan kembali kertas-kertas karyanya, kemudian melangkah keluar dari ruangannya.

***

Eun Ji melangkah perlahan. Ditiap langkahnya, ia bisa merasakan rasa ngilu pada kakinya. Tapi yang ia lakukan tetap berjalan, berjalan dengan santainya seolah-olah tidak ada yang terjadi pada dirinya. Dan setelah berjalan cukup lama, atau mungkin ia memang sudah sampai pada tempat tujuan pertamanya, ia memilih untuk berhenti dan mendudukkan tubuhnya di atas rumput hijau.

Matanya menyapu pemandangan di sekitarnya. Langit kuning keemasan dengan campuran warna merah muda dan burung-burung yang berterbangan menjadi tontonannya sore itu. Tidak terlalu spesial, tapi cukup mengagumkan.

Eun Ji melirik ponselnya. Masih ada sepuluh menit sebelum tepat jam enam, dan ia yakin Ibunya sudah lebih dulu tiba di tempat ZIA. Sejujurnya, Eun Ji merasa malas untuk datang menemui Ibunya, terlebih Ibunya belum sempat menjelaskan sesuatu di telpon tadi. Dan hal itu berhasil menambah keengganan Eun Ji untuk datang.

Tapi sepertinya Eun Ji masih memegang pedoman keluarganya, karena beberapa menit sesudahnya, ia bangkit dan kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat ZIA. Kali ini ia memantapkan niat dan keberaniannya, tanpa memikirkan kemungkinan yang terjadi ia pun berhasil melihat Ibunya dari kejauhan.

Dengan satu hembusan napas panjang, Eun Ji pun memanggil Ibunya.

***

Keduanya menyiapkan makanan bersama yang diiringi dengan canda tawa. Terkadang, Ibu dari gadis cantik yang bermarga Jung itu, membuat lelucon kecil yang dapat menambah senda gurau malam itu. Eun Ji sendiri terlihat menunjukkan antusiasnya di setiap lelucon yang diberikan Ibunya.

Sebelumnya Eun Ji sempat mengutuk dirinya yang berpikiran negatif tentang Ibunya. Tadi, tepat ketika Eun Ji memanggil Ibunya, wanita paruh baya itu langsung mengeluarkan sifat ke-Ibuannya. Nyonya Jung dengan cueknya bersikap berlebihan dan menunjukkan kekhawatirannya tentang kesehatan Eun Ji. Melihat reaksi Ibunya yang berlebihan itu, Eun Ji pun menanyakan kejadian yang sebenarnya.

Dan dengan senang hati Nyonya Jung menjawabnya, “Seseorang menghubungiku. Ia bilang kau ada di rumah sakit, dalam keadaan sekarat. Awalnya aku tidak percaya, tapi tiba-tiba saja mereka menyebut marga yang sama denganku. Karena itulah Ibu menghubungimu dan meminta bertemu.”

Eun Ji menyipitkan matanya. Masih tidak bisa mencerna setiap perkataan Ibunya, atau tepatnya masih tidak percaya dengan cerita Ibunya.

“Tentu saja aku khawatir. Bagaimana seorang Ibu tidak khawatir dengan anaknya? Ah, kau hampir membuatku pingsan di rumah sendirian. Kau serius tidak terjadi apa-apa?” tambah Nyonya Jung, menyempurnai cerita karangannya.

Yang di tanya tersenyum memamerkan deretan giginya. “Bagaimana menurut Ibu? Apa aku masih cantik dan sempurna di mata Ibu?”

Nyonya Jung memasang senyumnya seraya memperlihatkan tingkah seorang aktris yang sedang berakting, “Kau memang cantik, tapi sepertinya tidak bisa melebihi Ibumu.” Candanya.

Suasana kembali hangat setelah mendengar cerita karangan Nyonya Jung. Eun Ji tidak merasa curiga, dan mereka masih belum mengetahui kebenaran dari semuanya. Selama keduanya sibuk dengan kehidupan mereka, selama itu pula kebenaran dan semuanya dapat dilupakan.

***

Nyonya Kim melanjutkan langkahnya menuju apartemen anaknya. Raut wajahnya yang tampak serius menambah kesan tegas dan berani dalam diri wanita paruh baya tersebut. Dalam perjalanannya, ia ditemani seorang officeboy, Nyonya Kim berjalan di depan dengan ob yang mengikutinya di belakang.

Ketika kakinya berhenti melangkah dan tangannya berhasil menekan bel apartemen Myung Soo. Keduanya dengan sabar menunggu dalam diam. Dan ketika pintu apartemen terbuka, Nyonya Kim menatap tajam anaknya, sementara si ob membungkukkan badannya untuk memberi hormat.

“Ada apa?” tanya Myung Soo, nada suaranya terdengar datar dan lemah.

“Ada yang ingin kupastikan. Sebaiknya kita masuk, karena ada sesuatu yang harus kau jawab dan kau buktikan pada Ibu.”

Myung Soo tidak menjawab, ia menggeser tubuhnya dan membiarkan Ibunya dan ob–yang sedaritadi membuntuti Ibunya–masuk ke dalam apartemennya. Nyonya Jung dan Myung Soo duduk berhadapan, sementara si ob tetap berdiri, menanti waktu yang tepat untuk bicara dan keluar.

“Apa yang ingin Ibu pastikan?” tanya Myung Soo mengawali percakapan.

“Malam itu,” Nyonya Jung menatap Myung Soo tajam. “Kalian benar-benar bersama?”

Myung Soo menarik napas frustasi. Kenapa Ibunya masih menanyakan hal yang sama? Dan sekali lagi, ia menjawab pertanyaan Ibunya dengan anggukan kepala.

“Ibu tidak tahu apa yang terjadi, dan Ibu tidak akan bertanya. Tapi kau tahu kenapa aku membawanya ke sini?”

Myung Soo melirik ob yang berdiri menunggu waktu gilirannya. Myung Soo tahu gadis itu adalah salah satu pegawainya, tapi ia tidak pernah tahu nama gadis itu. Karena ia memang tidak berniat untuk menghapalkan seluruh nama pegawainya.

“Itu karena,” Nyonya Kim melanjutkan perkataannya. “Karena dia melihatmu keluar dari apartemen Eun Ji dipagi hari dan ia juga yang mengganti seprai atas permintaan Eun Ji.”

Myung Soo mematung. Tidak pernah terpikir olehnya akan tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak-pantas-diketahui-orang-lain, walaupun sebenarnya ia tidak benar-benar tertangkap basah. Lain dari itu, tidak juga terpikir olehnya untuk tinggal lebih lama dengan Eun Ji.

“Bukan karena kau keluar yang membuat Ibu terkejut, tapi sesuatu yang terdapat pada seprai Eun Ji lah yang memaksaku untuk mengatakan semua ini.” Nyonya Kim beralih menatap ob tersebut. “Katakan padanya apa yang kau temukan, jangan berbohong.”

Ob tersebut mengangguk, membuat Myung Soo sedikit merasa terpojokkan.

“Sebelumnya saya minta maaf, tapi apa yang saya lihat waktu itu memang sesuatu yang tidak-senonoh, terlebih hal itu dilakukan oleh Tuan–Kim Myung Soo. Mungkin awalnya ada sedikit keraguan kalau Tuan yang melakukan hal tersebut, namun ketika saya mengingat cara Tuan berpakaian ketika keluar dari kamar Nyonya Jung, rasanya seperti ada yang mengganjal. Karena itulah saya melaporkannya pada Nyonya Kim.” Katanya dengan bahasa formal.

Nyonya Kim mengangguk puas, kemudian kembali menatap tajam Myung Soo di hadapannya. “Kau tertarik untuk menceritakan semuanya pada Ibu?”

Untuk sesaat Myung Soo tidak menjawab. Kemudian, Nyonya Kim memberi tanda pada si ob untuk meninggalkan keduanya. Dengan situasi yang masih panas, dan keberadaan mereka yang hanya berdua. Myung Soo merasakan sedikit tekanan pada dirinya.

“Kau mau bicara atau tidak?” tanya Nyonya Kim lagi.

Myung Soo mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan mata yang sama, namun tampak lebih tegas dari matanya. Keduanya bertatapan untuk waktu yang cukup lama.

“Seandainya aku bicara, apa yang akan Ibu lakukan?” tanya Myung Soo, menyuarakan dirinya.

“Apalagi yang bisa kuperbuat? Kalau kau memang melakukanya, tentu saja aku harus menikahkanmu. Lagipula, kau sudah tahu apa yang menjadi pilihanku kemarin. Bukankah kita hanya tinggal menunggu Ibu Jung memberikan restunya?”

Myung Soo kembali diam. Ia memang tahu kalau Ibunya sudah memberikan izin, tapi ia juga tahu kalau Ibunya terpaksa  melakukan semua itu. Terlebih gosip mengenai Eun Ji yang sedang mengandung. Bagaimana kalau ternyata Eun Ji tidak sedang mengandung?

“Ibu melakukannya karena aku menghamili Eun Ji. Seperti itu?”

“Tentu saja.”

“Bagaimana kalau ternyata Eun Ji tidak benar-benar hamil?”

“Pertama,” Nyonya Jung menegaskan suaranya. “Ibu akan menyerahkan semuanya pada Ibu Jung. Kalau Eun Ji memang tidak mengandung, yang bisa menentukan semuanya adalah Ibu Jung.”

“Lalu bagaimana denga Ibu? Apa Ibu akan tetap mengizinkanku?”

“Aku harus,” katanya cepat. “Aku harus mengizinkanmu karena kau telah menidurinya dan kalian pernah melihat tubuh masing-masing. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi mengenai hal ini.”

Myung Soo menyisir rambutnya pasrah. Semuanya masih terlihat samar dan ia masih memiliki halangan untuk bertemu dengan Eun Ji. Tapi setidaknya, ia memiliki dorongan untuk tetap mengejar Eun Ji. Meskipun, kemungkinan untuk mendapatkan jauh lebih kecil dibandingkan sebaliknya.

Untuk saat ini, yang benar-benar mengganggu pikiran Myung Soo adalah keadaan Eun Ji. Apakah gadis itu benar mengandung? Kalau ia sudah berapa lama? Dan apakah boleh ia mengharapkan suatu pernikahan dengan alasan hamil diluar pernikahan?

Kalaupun ia tidak boleh mengharapkan, ia akan tetap mengharapkan. Dan kalaupun Eun Ji masih belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan, sudah seharusnya laki-laki itu bertindak. Myung Soo benar-benar harus menghamili Eun Ji, apapun resikonya.

“Baiklah, akan kukatakan kalau aku memang pernah tidur dengannya.” Aku Myung Soo pasrah. “Tidak hanya tidur, kami memang pernah melakukannya. Lebih dari satu kali.”

***

 

 TBC

6 thoughts on “Happiness (Chapter 8)

  1. TRizy says:

    Akhirnya chapter 8 nya publish ugha,,, setelah tiap hari buka blog ini,, aku belum baca,,, tapi aku ingin absen
    aja,, dulu,, gpp kan

  2. TRizy says:

    wach ternyata ibunya Myung soo dah Setuju klo anaknya nikah ma eun ji… ya walau restunya karn alasan myungso sudah meniduri eun ji sich,,,, gpp kan mereka sudah saling mencintai,, next part jangan lama2 ya thor,,, trus semoga berakhir dg bahagia,, amin

  3. pho says:

    part 8 akhirnya muncul jg. wuaa selangkah lagi eun ji n’ mungsoo dpt bersama tuh tinggal tgg restu dr ibunya eun ji. Apakah Eun ji hamil? Penasaran..
    Di tunggu part selanjutnya..

  4. luluhan says:

    mian baru comment di chap ini..
    cerita yg benar-benar sangat bagus. mulai dari gaya bahasa, alur dan konflik. semuanya bagus..
    semoga next chapnya lebih bagus lagi. di tunggu ya ^^

  5. TRizy says:

    part 9 publish nya kapan nich???? penasaran bgt,,,, sama kelanjutan hubungan Myung soo dan Eun ji,,,, thor next part segera dipublish ne,,,

Leave a reply to TRizy Cancel reply